Wednesday, August 25, 2021

IDENTITASKU adalah KASIH

 


Panggilan pertama dan utama bagi setiap orang Kristen adalah menjadi sempurna seperti Bapa yang di surga (bdk. Mat 5:48). Dan bahkan panggilan religius jugalah jalan yang lebih fokus pada kesempurnaan itu. Maka kita diajak, diundang untuk memperbaiki diri, memperbaharui diri terus-menerus untuk mencapai kesempurnaan yang diharapkan Tuhan bagi kita semua. Akan tetapi, dengan keterbatasan manusia sendiri tidak dapat melihat diri sendiri secara total dan sepenuhnya. Saat itu, kita memerlukan orang lain yang dapat melihat diri kita dari sudut pandang lain, yang dapat memberitahu kita apa yang kita perbuat, bereaksi dan barang kali kita tidak sadari. Correctio fraterna merupakan sarana yang baik untuk membantu setiap saudara menyempurnakan diri sesuai kehendak Tuhan. Kegiatan itu bukan hanyalah cara untuk saling membantu tetapi juga menjadi kesempatan untuk saling menguatkan dan membangun persaudaraan secara efektif.

Mulai tahun postulat, saya mengikuti kegiatan correctio fraterna dengan semangat karena saya sendirilah seorang yang ingin sungguh-sungguh mengenal diri. Dengan demikian saya dapat mengembangkan diri, menjadikan diri seorang yang baik dan berguna bagi sesama. Tambah lagi, saya tidak mau hanya menjadi seorang sempurna bagi saya sendiri tetapi menjadi seorang saudara bagi sesama. Dan saya sungguh dapat merasakan nilai-nilai positif yang dihasilkan dari kegiatan ini. Saat di Novisiat, correctio fraterna sangat mengesankan sebab setiap saudara dilihat, dinilai secara teliti dan penuh dari semua sudut pandang. Tahun ini, mungkin karena tertekan oleh jumlah yang cukup banyak sedangkan waktunya cukup singkat, apalagi kami tinggal di unit masing-masing dan terbagi-bagi dalam segala kegiatan di Alverna ini, jadi penilaian para saudara tampaknya singkat dan belum cukup mendalam. Akan tetapi, jika melihatnya dari segi lain, penilaian itu dapat memberitahu bahwa apakah penampilan saya selama ini termasuk hal yang diperbuat secara sengaja atau tidak sengaja, siapakah saya ketika dilihat dari jauh dan hal-hal yang paling menonjol akan tampak secara terjelas.

Bagi para saudaraku, saya adalah seorang pendoa, bersemangat, mau berbagi, humoris, suka menolong, bersaudara, bertanggung jawab, rajin, aktif, jujur, ramah, gampang tersenyum, beradaptasi, disiplin, bertekun, kreatif, baik hati, sopan, berbau dengan semua, pintar, mandiri, bekerja keras, tegas, sabar, potensi, berkekapusinan, fokus pada tujuan hidup, imbang dalam hidup, lemah-lembut, berbakat, konstruktif, kerja berkualitas, memberi diri, tunjukkan diri, taat, setia, baik dalam mengatur waktu, ringan tangan, peduli, teman kerja, rela berkorban, “Bunda Maria”, “Santo Yosef” dan “Kasih”… Hal yang menyenangkan hatiku ialah tidak susah untuk saudara-saudara menilai saya. Itu berarti saya sudah cukup dekat dengan semuanya dan juga sudah cukup terbuka kepada semuanya sehingga para saudaraku dapat mengenal saya dan cukup yakin untuk mengatakan hal-hal tersebut. Saya mengakui bahwa di antara hal-hal positif tersebut, banyak hal yang sungguh saya sadar sepenuhnya dan bertekad untuk menghidupkannya dan menjadikannya kebiasaan dan keutamaan bagi saya. Misalnya, saya selalu setia pada hidup doa karena saya, dengan pengalaman serta kesadaran yang telah saya dapatkan selama hidup ini, tahu bahwa tanpa Tuhan saya tidaklah apa pun, hidupku tidak ada sedikit arti. Jadi bukan karena tugas seorang religius adalah doa maka saya berdoa, tetapi Tuhan sungguhlah sumber hidupku, kekuatanku dan nafas hidupku. Atau saya dilihat sebagai seorang disiplin, seimbang dalam hidup dan bertanggung jawab karena saya sadar bahwa saya tidak dapat melayani siapa pun juga bila hidup saya tidak teratur, bila saya tidak dapat mengatur hidupku secara baik. “Nemo dat quod non habet”, tak seorang pun dapat memberi apa yang tidak dipunyainya. Jadi tujuan pertama ialah mengembangkan diri tetapi bukan demi diri sendiri melainkan demi pelayanan saudara-saudariku. Akhirnya, jika tujuanku adalah melayani orang lain, masakan saya menunggu sampai saat berkaul kekal atau penahbisan imamat barulah mulai. Oleh sebab itu, saya meletakkan permintaan saudaraku di atas kepentinganku sendiri. Dengan demikian, saya tidak menolak apa pun yang diminta saudara-saudaraku kecuali hal itu menghasilkan hal buruk bagi saudara itu sendiri. Dasar bagi perbuatan-perbuatanku bukanlah untuk dianggap baik oleh semua saudara melainkan cinta kasihku yang menuntutku rela berkorban demi kebaikan orang lain yang adalah Tuhan sendiri. Suatu hal yang terkesan bagiku ketika ada seorang saudara menilai saya dengan kata “Bunda Maria”. Alasan menurutnya ialah karena saya lembut hati dan selalu sedia menolong siapa pun bila diminta dan juga hidupku selalu terikat dengan Rosario. Seorang saudara lain menggunakan kata “santo Yosef” karena ia melihat di dalam saya ketenangan dan dengan diam-diam menolong saudara dalam kesesakan. Memang saya tahu bahwa itu hanyalah satu pembandingan dan saya tidak pantas untuk dibandingkan dengan “Bunda Maria” atau “santo Yosef” tetapi hal itu juga menjadi dorongan untuk saya semakin berusaha untuk menjadi seorang putra Bunda Maria dan seorang murid santo Yosef dalam menjalankan panggilan seorang Kapusin.

“Homo erare est”, tak seorang pun tidak mempunyai kekurangan. Selain hal-hal positif tersebut, para saudara yang cukup mengenal saya, khususnya para saudara dari jajaran provinsi Medan juga menunjukkan beberapa hal yang kurang baik dan perlu diperbaiki dari diriku sendiri, yakni: kurang berolah raga, perfeksionis, lembut dalam cara ngomong serta gerak-gerik, segan menegurkan saudara lain… Di antara hal-hal tersebut, memang ada hal yang saya sadar dan memilihnya, contohnya tidak menegurkan saudara lain secara langsung. Menurut pengalaman saya, teguran sering membuat orang lain yang ditegur itu menjadi malu atau marah dan akibatnya dia tidak menerimanya secara positif dan bahkan menghancurkan relasi di antara kami. Maka saya sering menegurkan saudara lain dengan cara tidak langsung, yakni jika saudara itu lupa tugasnya, saya akan mengerjakannya tanpa kata apa pun, jika saudara itu berbuat suatu hal yang salah, saya akan memperbaikinya tanpa kata apa pun. Mungkin cara itu tidak baik juga bila saudara itu tidak dapat menangkap apakah dia salah dan sudah bersalah di mana. Bagi olah raga, saya mempunyai alasan lainnya. Saya mengakui bahwa saya sama sekali tidak berbakat dalam hal olah raga, jadi saya agak rendah diri khususnya ketika saya mengikuti suatu permainan dan membuat tim saya kalah. Saat itu, saya merasa tanggung jawab saya atas kekalahan tim saya itu. Sesungguhnya sejak masuk Kapusin, saya sudah sangat berusaha untuk berpartisipasi dalam hal olah raga bukan hanya untuk menjaga kesehatanku sendiri tetapi juga untuk membangun persaudaraan, semangat dan kerja sama. Memang saya perlu berjuang lagi dalam hal ini. Salah satu kekurangan tersebut, ada hal yang cukup sulit bagiku untuk diperbaiki ialah kelembutan. Saya tidak sejak kapan tetapi sikap itu telah menjadi sebagian dalam diriku. Sudah lama saya diingatkan dan saya sendiri juga menyadarinya akan tetapi sungguh sulit untuk mengubah sikap itu. Ketika saya sama sekali sadar, saya dapat mengontrolnya tetapi ketika tidak sadar, sikap itu sebagai bagian dari darahku tampak secara bebas. Walaupun hal ini tidaklah suatu hal yang jahat atau terlalu buruk tetapi mungkin sikap itu membuat beberapa orang merasa tidak nyaman dan suka. Saya akan berusaha semampuku namun hal yang terpenting ialah cinta kasih yang saya ingin sampaikan kepada siapa pun juga. Terdengar saya sedang membenarkan kekurangan saya tetapi saya menyadarinya dengan jelas dan hari demi hari berjuang untuk memperbaiki diri demi kebaikan bersama.

Di dalam kegiatan correctio fraterna kali ini, suatu penilaian yang diberi oleh kebanyakan saudara ialah “kasih”. Kebetulan tema bacaan minggu itu (bacaan pertama dari surat pertama rasul Yohanes) adalah “kasih”, Tuhan adalah kasih… Dan ada saudara sudah mengatakan “kasih” itu terlihat, terpenuhi pada saya; yang lain dari provinsi Medan berkata bahwa selama hidup bersama, ia yakin bahwa kasih saya tidak berpura-pura tetapi sungguh-sungguhnya. Hal yang membuat saya bahagia bukan karena saya dipuji tetapi karena hal yang saya hidupi atau dengan kata lain, identitasku telah menampak, yakni kasih. Tidak ingat persis kapan saya memilih moto “Tu scis quia amo te”, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau (Yoh 21: 17c). Tetapi, dengan moto hidup itu, saya sungguh ingin menjadi “kasih”, kasih akan Allah dan kasih akan sesama. Hari demi hari, saya membesarkan kasih itu dalam diri saya. Kasih itu membuat saya tidak menolak kehendak Tuhan walaupun hal itu membawa saya kepada salib-Nya. Kasih itu membuat saya tidak dapat menolak permintaan saudara meskipun susah dan merugikan diri saya sendiri. Kasih itu membuat saya tidak bisa menutup mata dan telinga terhadap keluh kesah dan kesusahan saudaraku. Jika ingin membuktikan diri, seseorang akan melakukan hal yang luar biasa sekali tetapi bila mencintai sesama, seseorang akan melakukan hal yang biasa saja dengan ketekunan dan kesabaran. Saya tidak dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, tetapi saya sungguh ingin melakukan hal-hal kecil karena kasih akan Tuhan dan sesama. Dan akhirnya, saya tidak berhenti pada saya melakukan segala-sesuatu karena kasih tetapi karena “aku adalah kasih”.

0 comments:

Post a Comment